Jumat, 21 September 2018

Suro, Bila Tak Kutemukan Aku Menangis Sebagai Gantinya.



Dalam penanggalan (kalender) Jawa, nama- nama bulan dalam kalender Islam (Hijriah) banyak digunakan di sini seperti : Safar, Jumadilawal, Juma-dilakir, Rejeb, Sawal, Sedangkan ada nama bulan yang bisa jadi berasal atau serapan dari bahasa Arab dan bahasa lainnya, seperti : Suro, Mulud, Bakda Mulud, Ruwah, Poso, Kapit dan Besar. Dalam kalender Jawa, bulan Muharram disebut Suro. Bila melihat sejarah Islam yang terjadi di bulan Muharram yaitu Assyuro atau tanggal 10 Muharram, Kesyahidan Al Husain as, Cucu Terkasih Kanjeng Nabi Saww. Bisa jadi kata  Suro adalah serapan dari kata Assyuro, namun melihat tradisi yang terjadi di daerah Jawa khususnya seperti : Acara Giring Kebo Bule, Bubur Merah/ Putih, Cuci Gaman (Keris, Benda Pusaka dsb.) saya jadi ragu bahwa kata Suro berkaitan dengan Assyuro.

Bisa saja Tradisi Suro di sini adalah bukan menyentuh umat muslim utk mengenang Assyuro, yaitu peristiwa duka- cita yang menguras airmata Para Nabi, Para Malaikat, Pengikutnya dan Umat yang cinta pada azas Kemanusia-an.

Kita tau di Jawa kaya akan adat dan budaya yang berkaitan dengan ritual Hindu, ritual Kepercayaan setempat dan lain- lain.

Saya cukupkan sampai di sini, saya tak ingin jauh melangkah karena tujuan saya menulis adalah untuk menelusuri adat dan budaya yang berakar dari Ajaran Suci Islam yang saya yakini.

Saya teringat ucapan suci Imam Ali as, Amirul Mukminin "Aku mencari kenya-manan untuk diriku dan tak kutemu-kan sesuatu yang lebih nyaman dari meninggalkan sesuatu yang bukan urusanku".

Namun saya pun ingat "Setiap hari ada-lah Asyura dan setiap tempat adalah Karbala", di sini saya tetap menangis sebagai gantinya karena saya belum sepenuhnya memenuhi seruan jihad "Labbaika Yaa Husain... Labbaika Yaa Husain... Labbaika Yaa Husain...!

  



Salam Kopi Eddy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar